Selamat Datang...

User Login

On Kamis, 02 Desember 2010 1 komentar

PENDAHULUAN
Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah khususnya melalui Depdiknas terus menerus berupaya melakukan berbagai perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan kita. Salah satu upaya yang sudah dan sedang dilakukan, yaitu berkaitan dengan faktor guru. Lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang didalamnya memuat usaha pemerintah untuk menata dan memperbaiki mutu guru di Indonesia. Michael G. Fullan yang dikutip oleh Suyanto dan Djihad Hisyam (2000) mengemukakan bahwa “educational change depends on what teachers do and think…”. Pendapat tersebut mengisyaratkan bahwa perubahan dan pembaharuan sistem pendidikan sangat bergantung pada “what teachers do and think “. atau dengan kata lain bergantung pada penguasaan kompetensi guru.
Jika kita amati lebih jauh tentang realita kompetensi guru saat ini agaknya masih beragam. Sudarwan Danim (2002) mengungkapkan bahwa salah satu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalah guru belum mampu menunjukkan kinerja (work performance) yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopang oleh derajat penguasaan kompetensi yang memadai, oleh karena itu perlu adanya upaya yang komprehensif guna meningkatkan kompetensi guru.
DEFINISI KOMPETENSI
Apa yang dimaksud dengan kompetensi itu ? Louise Moqvist (2003) mengemukakan bahwa “competency has been defined in the light of actual circumstances relating to the individual and work. Sementara itu, dari Trainning Agency sebagaimana disampaikan Len Holmes (1992) menyebutkan bahwa : ” A competence is a description of something which a person who works in a given occupational area should be able to do. It is a description of an action, behaviour or outcome which a person should be able to demonstrate.”
Dari kedua pendapat di atas kita dapat menarik benang merah bahwa kompetensi pada dasarnya merupakan gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan (be able to do) seseorang dalam suatu pekerjaan, berupa kegiatan, perilaku dan hasil yang seyogyanya dapat ditampilkan atau ditunjukkan.
Agar dapat melakukan (be able to do) sesuatu dalam pekerjaannya, tentu saja seseorang harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Mengacu pada pengertian kompetensi di atas, maka dalam hal ini kompetensi guru dapat dimaknai sebagai gambaran tentang apa yang seyogyanya dapat dilakukan seseorang guru dalam melaksanakan pekerjaannya, baik berupa kegiatan, berperilaku maupun hasil yang dapat ditunjukkan.
DEFINISI KOMPETENSI SOSIAL
Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan, menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua / wali peserta didik, dan, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
INDIKATOR KOMPETENSI SOSIAL
Menurut Panduan Serftifikasi Guru Tahun 2006 bahwa terdapat tiga indikator untuk menilai kemampuan sosial seorang guru, yaitu :
·         Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis ke-lamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
·         Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendi-dik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
·         Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
·         Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
TEORI MOTIVASI DALAM KOMPETENSI SOSIAL
Kalau diperhatikan uraian-uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa kunci kompetensi sosial itu ada pada komunikasi, dalam arti sejauh mana   guru   mampu   melakukan   komunikasi   yang   produktif   dengan   siswa serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan pengajaran itu sendiri.
Adapun hal-hal yang menentukan keberhasilan komunikasi dalam kompetensi sosial seorang guru adalah :
1.        Audience atau sasaran maksudnya dalam berkomunikasi hendaknya memperhatikan   siapa   sasarannya, apakah   orang   berpendidikan   atau   tidak, apakah masyarakat umum atau pejabat, apakah siswa atau kepala sekolah, apakah   siswa   SD   atau   siswa   SMA,   dan   sebagainya.   Dengan   mengetahui karakteristik sasaran maka sang komunikator pun bisa menyesuaikan gaya dan    “irama”     komunikasi      menurut    karakteristik    sasaran.    Berkomunikasi dengan siswa SD tentu berbeda dengan siswa SMA misalnya.
2.        Behaviour   atau   perilaku   maksudnya   perilaku   apa   yang   diharapkan dari   sasaran    setelah   berlangsung     dan   selesainya    komunikasi.    Misalnya seorang   guru   sejarah   sebagai   komunikator ketika   sedang   berlangsung   dan setelah selesai menjelaskan Peristiwa Pangeran Dopinegoro, perilaku siswa apakah yang diharapkan. Apakah siswa menjadi sedih dan menangis merenungi nasib bangsanya, apakah siswa mengepalkan tangan seolah-olah akan menerjang      penjajah    Belanda,    apakah    siswa   santai-santai   saja   asal  tahu peristiwanya,      dsb.  Hal   ini  sangat   penting    berkait   dengan    keberhasilan komunikasi guru sejarah tersebut.
3.        Condition atau kondisi dalam kondisi apa sasaran ketika komunikasi sedang   berlangsung.  Misalnya   ketika   guru   Matematika   mau   menjelaskan rumus-rumus yang sulit harus tahu kondisi siswa, apakah sedang gembira, sedang sedih, sedang lelah habis olah raga, sedang kantuk karena semalam ada    acara,  dsb.   Dengan    memahami       kondisi   seperti  ini  akan   berhasillah komunikasi   yang   disampaikan   oleh   guru   karena   menjelaskan   rumus   yang sulit dalam situasi siswa sedih tentu berbeda dengan gembira.
4.        Degree   atau   tingkatan   maksudnya   sampai   tingkatan   manakah   target bahan   komunikasi   yang   harus   dikuasai   oleh   sasaran   itu   sendiri.   Misalnya saja  ketika   seorang   guru   Bahasa   Inggris   menjelaskan   kata   kerja   menurut satuan waktunya, past tense, present tense  dan future tense , berapa jumlah minimal kata kerja yang harus dihafal oleh siswa pada hari itu; apakah 10, 20, 30, 40, atau 50 kata kerja. Jumlah minimal kata kerja yang dikuasai oleh siswa sekaligus dapat dijadikan sebagai alat ukur keberhasilan guru Bahasa Inggris dalam mengajar atau berkomunikasi, kalau tercapai adalah berhasil, sebaliknya kalau tidak tercapai adalah tidak berhasil.
MENGEMBANGKAN KOMPETENSI SOSIAL GURU
Setelah memahami pengertian kompetensi sosial dan meteri komunikasi   permasalahnya   sekarang   adalah   bagaimanakah   cara   mengembangkan kompetensi sosial pada guru ?
Cara   mengembangkan   kompetensi   sosial   guru   adalah   dengan   memproduktifkan     komunikasi     guru   dengan    siswa,  dengan    sesama    guru,   dan dengan orang tua / wali siswa. Apabila ketiga sasaran komunikasi tersebut dapat dilakukan dengan baik maka secara langsung kompetensi sosial guru yang bersangkutan akan berkembang.
Cara tersebut kelihatannya relatif mudah karena dalam kesehariannya pekerjaan   guru   memang   bersentuhan   dengan   siswa   dan   guru,   sedangkan secara   periodik   bersentuhan   dengan   orang   tua /  wali   siswa;   namun   secara kasus per kasus sungguh tidak mudah. Ketika menghadapi siswa yang tidak  memiliki   motivasi   belajar   misalnya, betapa   sulitnya   guru   untuk   menciptakan komunikasi yang produktif.
Di   kota,   desa,   pinggiran,   dan   pedalaman   hampir   semuanya   ada siswa seperti itu. Apalagi menghadapi siswa yang tidak memiliki motivasi bersekolah, guru pun lebih sulit lagi menciptakan komunikasi yang produktif. Siswa seperti ini pun, meski relatif sedikit jumlahnya, tetapi ternyata ada di banyak tempat.
Karakter   orang   tua   /   wali   siswa   terhadap   pendidikan   anak   memang beraneka   ragam, ada   yang   sangat   perhatian,   ada   yang   acuh   tak   acuh,   dan ada   pula   yang   sama   sekali   tidak   memperhatikan   pendidikan   anak.   Aneka karakter     ini  berimplikasi     pada    tingkat   kesulitan    guru    untuk    membuat komunikasi       yang    produktif.   Secara    umum,      pada   orang    tua  yang    tidak mempunyai   perhatian         terhadap    pendidikan     anak   lebih   sulit  menciptakan komunikasi yang produktif daripada orang tua yang sangat memperhatikan pendidikan anak. Pada orang tua yang tidak perhatian, komunikasi dengan guru   anaknya   merasa   tidak   perlu,   sebaliknya   pada   orang   tua   yang   sangat perhatian maka komunikasi itu dianggap sangat perlu. Secara kasus per kasus memang cukup sulit menciptakan komunikasi yang produktif antara guru dengan siswa, sesama guru, dan orang tua / wali siswa, namun itu semua sesungguhnya justru menjadi tantangan untuk mengembangkan kompetensi sosial guru Indonesia.




1 komentar:

uilleachmacartney mengatakan...

ceramic vs titanium curling iron | TITBIRD.COM
We designed our ceramic, iron powder titanium wedding ring and stainless steel design to give you a unique samsung galaxy watch 3 titanium and unique experience. This clay powder titanium water bottle design titanium pickaxe terraria includes the $12.00 · ‎In titanium forging stock

Posting Komentar